KAJIANBAHASA EUFIMISME PADA CERITA RAKYAT BATAK TOBA "BORU SARODING" Tujuan penelitian ini adalah Menambah pengetahuan dan wawasan pembaca tentang penggunaan dan makna eufimisme pada tuturan cerita rakyat Batak Toba "Boru Saroding" dan Menjadi sumber masukan bagi peneliti lain dalam mengkaji eufemisme dalam masyarakat Batak Toba
Ceritarakyat danau toba dalam bahasa batak. Danau toba lake toba dalam bahasa inggris. Danau toba yang indah dongeng dan cerita rakyat tentang legenda asal usul danau toba sepertinya menjadi cerita yang menarik untuk dibicarakan. Just thrown the hook into the river and he got the big fish. Samosir dan ibunya saling berpoegangan.
BacaJuga. Kerajaan Islam Di Maluku. Cerita Rakyat Bahasa Makassar "TAU DORAKAYA RI TAU TOANA". Sejarah. Tolong diterjemahkan dlm bahasa Indonesia. 30 Oktober 2021 01.55. Kalau bisa menggunakan Huruf LONTARA. Agar dapat memberikan komentar, klik tombol di bawah untuk login dengan Google.
RITUALPARMALIM DALAM CERITA ASAL-USUL ETNIS BATAK: PENDEKATAN ANTROPOLOGI SASTRA . OLEH . SEVENRI HARIANJA . NIM 150701042 . Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah di ajukan untuk memeroleh gelar kesarjanaan pada suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat yang pernah
Vay Tiền Trả Góp Theo Tháng Chỉ Cần Cmnd. Buku kumpulan cerita pendek berbahasa Batak berjudul Luhutan Torsa Hata Batak Anakhonhi Do Hamoraon. Foto Tagar/Tonggo Simangunsong Medan – Untuk melestarikan budaya Batak melalui literasi, Yayasan Pelestari Kebudayaan Batak YPKB menerbitkan buku kumpulan cerita pendek cerpen berbahasa Batak berjudul "Luhutan Torsa Hata Batak Anakhonhi Do Hamoraon".Sekretaris Umum Sekum YPKB M Tansiswo Siagian mengatakan, buku diluncurkan dalam rangka pengukuhan organisasi ini, yang lahir dari Grup Palambok Pusupusu, pada 21 Juli 2019 di Museum Negeri Sumatera Utara, Medan."Kumpulan cerpen adalah karya para pemenang Lomba Menulis Cerpen Bahasa Batak oleh Grup Palambok Pusupusu yang diumumkan pada saat Seminar Bahasa Batak di Balige-Tobasa 10 November 2018 lalu," jelas Tansiswo kepada Tagar, di Rumah Budaya Tonggo, Jalan Brigjend Suprapto, Medan, Kamis 20 Juni sebelumnya Seminar Marhata Adat, Upaya Melestarikan Budaya BatakKumpulan cerpen berkisah tentang kepedihan orang tua utamanya kaum ibu berjuang menyekolahkan, mendidik anak agar kelak hidupnya lebih baik dari orang segala kekurangan dan kemampuan terbatas para orang tua rela berkorban agar anaknya kelak tidak lagi merasakan kepedihan hidup seperti orang tuanya. Itulah cita-cita semua orang tua terutama bagi orang di kampung saja pun anak-anak sudah tak lagi berbahasa BatakTansiswo menjelaskan, buku ini dicetak sangat terbatas. Hasil penjualan digunakan untuk membantu panitia pada pelaksanaan pengukuhan."Jika berminat dengan buku ini, kirimkan alamat lengkap melalui inbox Grup Palambok Pusupusu Facebook atau WA 0821-6234-1911. Harga per eksemplar Rp Sebagai bentuk bantuan pada panitia, ditambah ongkir ke alamat tujuan," Ketua Umum YPKB Prof Dr Albiner Siagian mengatakan, salah satu persoalan dalam budaya Batak adalah bahasa ibu di kalangan orang Batak kian menurun. "Bahkan di kampung saja pun anak-anak sudah tak lagi berbahasa Batak," salah satu kegelisahan komunitas ini sehingga membuat lomba menulis cerita pendek berbahasa Batak. "Untuk menghempang itu, salah satu upaya yang bisa dilakukan ialah melalui literasi," sebelumnya Yayasan Pelestari Budaya Batak Dikukuhkan 21 JuliKe depan pihaknya berencana mendirikan penerbitan buku-buku tentang kebudayaan Batak, dan rutin menggelar focus group discussion FGD mengangkat tema-tema kebudayaan Batak, seperti filosofi kehidupan orang Batak, adat istiadat, bahasa, seni, musik dan berbagai tema 21 Juni 2019, mulai pukul WIB, bertempat di Rumah Budaya Tonggo, digelar FGB bertema "Batak Dulu, Kini dan Masa Depan" yang akan menghadirkan pembicara Prof dr Albiner Siagian, Jim Siahaan, Manguji Nababan dan moderator Dian Purba. []
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Kurikulum Merdeka atau sering disebut Kurmer tidak lepas dari pembelajaran berdiferensiasi, karena sejatinya implementasi kurikulum merdeka adalah memberikan pembelajaran yang berpusat kepada murid, memberikan keleluasaan pengelolaan pembelajaran sesuai dengan karakteristik murid. Terdapat tiga jenis bentuk pembelajaran berdiferensiasi di kelas, yaitu diferensiasi konten, diferensiasi proses, dan diferensiasi produk. Modifikasi modul ajar dan penyediaan bahan ajar mutlak diperlukan untuk memenuhi diferensiasi konten. Kurikulum merdeka membebaskan Tujuan PembelajaranTPdan alur tujuan pembelajaranATP disesuaikan kerakteristik murid. Maka, guru sebagai pemimpin pembelajaran harus mampu memilih bahan ajar sesuai dengan lingkungan bisa dipungkiri anak-anak sekarang lebih menyukai hal-hak bersifat global dan mulai melupakan sejarah lingkungannya sendiri termasuk cerita rakyat daerahnya. Anak-anak memang lebih kreatif dan lebih maju, namun kondisi psikisnya lambat laun lepas kendali. Mereka sering bersikap jauh dari nilai dan norma masyarakat di lingkungannya. Cerita rakyat daerah di manapun syarat akan nilai-nilai yang luhur perlu diadoptsi untuk pembelajaran. Di kabupaten Demak terdapat cerita rakyat Demak yang dapat dikembangkan menjadi bahan ajar dengan menjadi pengantar dalam materi pelajaran bahasa Indonesia. Langkah-langkah pengembangan Langkah pertama dalam pengembangan cerita rakyat Demak adalah mengumpulkan bahan cerita. Penulis menggunakan cerita rakyat Demak sesuai tempet mengajar. Bahan dapat ditemukan dalam buku-buku yang sudah beredar seperti Babad Demak dan lainnya, banyak juga ditemukan dalam pencarian melalui internet, namun lebih baik lagi menemukannya dari cerita langsung saksi hidup atau orang yang memiliki hubungan waris dan orang yang dapat dipertanggungjawabkan keabsahan cerita sejarah Demak. Langkah berikutnya mencermati Tujuan Pembelajaran dan memilih cerita sesuai dengan materi yang dibutuhkan. Cerita rakyat menjadi pengantar setiap materi tersebut. Selanjutnya, disusun menjadi bahan ajar yang menarik untuk digunakan pada pembelajaran diferensiasi. Langkah PenerapanSebelum pembelaran guru memetakan dulu minat dan bakat murid dengan memberikan angket, berkonsultasi dengan orang tua, dan guru sebelumnya. Hasil dari pemetaan tersebut dijadikan acuan dalam membuat modul ajar dan penggunaan strategi pembelajaran. Pada pelaksaan pembelajaran di kegiatan inti pembelajaran guru mengelompokkan murid sesuai gaya belajarnya. Murid dengan gaya belajar visual atau anak-anak yang suka membaca diberikan berupa buku atau video, sedangkan kepada anak-anak dengan gaya belajar audiovisual dengan bentuk cerita langsung atau dengan bantuan audiovideo. Anak-anak dengan gaya belajar kinestetik diajak langsung ke lokasi-lokasi sejarah yan banyak terdapat di Demak seperti museum Demak, masjid Agung Demak, makam Kadilangu, Sendang Puro, dan masih banyak lainnya. Bisa juga dibebaskan untuk mencari sendiri di perpustakaan sekolah buku atau gambar yang diperlukannya. Guru memantau keaktifan murid dan memandu setiap langkah berdiferensiasi dengan bahan ajar cerita rakyat daerahDemak, membuat murid lebih tertarik dalam mempelajari dan memahami materi. Selain itu secara tidak sengaja mereka akan mengadopsi nilai-nilai luhur yang terdapat pada cerita rakyat tersebut. Lebih luas lagi dapat mewujudkan pelajar profil pancasila. Penulis yakin setiap daerah terdapat cerita rakyat dengan nilai-nilai luhur yang dapat diadopsi sebagai bahan pembelajaran. Selamat memandu Bapak Ibu guru. Lihat Pendidikan Selengkapnya
Hello, Sobat Ilyas! Apa kabar hari ini? Pada kesempatan kali ini, kita akan membahas tentang bahasa Batak, bahasa yang digunakan oleh suku Batak di Indonesia. Bahasa ini sangat kaya akan budaya dan tradisi yang unik, dan telah menjadi bagian penting dari sejarah Indonesia. Mari kita pelajari lebih lanjut tentang bahasa Batak. Asal Usul Bahasa Batak Bahasa Batak berasal dari suku Batak yang tinggal di Sumatera Utara. Bahasa ini memiliki dialek yang berbeda-beda, tergantung pada wilayah di mana suku Batak tersebut tinggal. Bahasa Batak juga memiliki banyak pengaruh dari bahasa-bahasa tetangga, seperti bahasa Melayu, Jawa, dan Minangkabau. Ciri Khas Bahasa Batak Bahasa Batak memiliki ciri khas yang unik dan mudah dikenali. Salah satu ciri khasnya adalah penggunaan kata hu’ atau ho’ sebagai kata sapaan. Selain itu, bahasa Batak juga memiliki banyak kata-kata yang memiliki arti ganda, tergantung pada konteks dan cara pengucapannya. Budaya dan Tradisi Bahasa Batak Bahasa Batak sangat erat kaitannya dengan budaya dan tradisi suku Batak. Bahasa ini sering digunakan dalam upacara adat, seperti pernikahan, kematian, dan pertanian. Selain itu, bahasa Batak juga digunakan dalam seni dan sastra, seperti lagu-lagu tradisional dan pantun. Pengaruh Bahasa Batak di Indonesia Bahasa Batak telah memberikan pengaruh yang besar dalam kebudayaan Indonesia. Bahasa ini telah menjadi bagian penting dari sejarah Indonesia, terutama dalam perjuangan melawan penjajahan Belanda. Selain itu, bahasa Batak juga telah memberikan kontribusi dalam seni dan sastra, seperti dalam lagu-lagu daerah dan cerita rakyat. Belajar Bahasa Batak Jika Sobat Ilyas tertarik untuk belajar bahasa Batak, ada beberapa cara yang bisa dilakukan. Salah satunya adalah dengan mempelajari kosakata dan tata bahasa dasar. Selain itu, Sobat Ilyas juga bisa mempraktikkan bahasa Batak dalam percakapan sehari-hari dengan teman atau keluarga yang berasal dari suku Batak. Kesimpulan Itulah beberapa hal yang perlu Sobat Ilyas ketahui tentang bahasa Batak. Bahasa yang kaya akan budaya dan tradisi suku Batak ini sangat menarik untuk dipelajari dan dipraktikkan. Mari kita lestarikan bahasa Batak sebagai bagian penting dari sejarah dan kebudayaan Indonesia. Sampai jumpa kembali di artikel menarik lainnya!
Herman Neubronner van der Tuuk, penerjemah Injil dalam bahasa Batak. Foto KITLV. Tanah Batak pernah kedatangan tamu asing. Matanya sipit dan berkulit kuning. Orang Batak setempat menyebutnya dengan panggilan “Si Pandortuk”. Tapi siapa nyana, pendatang asing itu ternyata memiliki darah Belanda. Nama lengkapnya Herman Neubronner van der Tuuk. Bermodal pengetahuan bahasa Batak pesisir dan disertai seorang pedagang Melayu, van der Tuuk tiba di Lembah Bakara pada Februari 1853. Van der Tuuk jadi orang Eropa pertama yang menyaksikan keberadaan Danau Toba –tempat yang bagi pendatang asing saat itu tidak lebih dari kabar burung. Sebelum van der Tuuk, orang Batak Toba gigih merahasiakan petunjuk arah ke Danau Toba. “Mereka menganggap itu sebagai tempat tinggal para dewa dan kekuatan yang mengendalikan dunia,” tulis van der Tuuk dalam suratnya suratnya tanggal 23 Juli 1853 kepada Profesor Jan van Gilse, sekretaris Lembaga Alkitab Belanda dikutip Beekman dalam Fugitive Dreams An Anthology of Dutch Colonial Literature. Selain melihat Danau Toba dan rumah-rumah Bolon yang megah bak istana, van der Tuuk mendapati apa yang dicarinya. Dia bercengkerama dengan para datu dukun adat yang menyalin tulisan kitab kulit kayu yang disebut pustaha. Gambaran peradaban Batak diperolehnya melalui pustaha sejarah penciptaan, cerita rakyat, pranata sosial, hingga mantra-mantra. Pengalamannya memasuki jantung Tanah Batak yang keramat itu meneguhkan niatan van der Tuuk untuk melanjutkan tugas mulia yang sempat tertunda. Mata van der Tuuk kian tercelik untuk menerjemahkan Injil, bagian dari kitab suci agama Kristen. Bagi penganut Kristen, Injil adalah kabar keselamatan yang memberitakan penebusan umat manusia dari dosa oleh Yesus Kristus. “Sekarang aku yakin untuk menerjemahkan Injil ke dalam bahasa Batak Toba,” kata van der Tuuk di bagian akhir suratnya kepada van Gilse. Pekerjaan yang semula dibencinya. Menjadi Penerjemah Injil Van der Tuuk lahir di Malaka pada 24 Oktober 1824 ketika wilayah itu dikuasai Belanda. Ayahnya, Selfridus van der Tuuk, seorang Belanda totok. Sedangkan ibunya, Loisa Neubronner, keturunan Eurasia berdarah Melayu. Setelah Malaka ditukar dengan Bengkulu lewat Traktat London, van der Tuuk menghabiskan masa kecilnya di Surabaya. Pada usia 15 tahun, van der Tuuk menamatkan sekolah formalnya. Dia diterima di jurusan hukum Universitas Groningen sesuai keinginan ayahnya. Namun di tengah jalan dia lebih tertarik mendalami studi linguistik. Sejak 1845, van der Tuuk mempelajari bahasa-bahasa Timur seperti Ibrani, Arab, dan Sansekerta di Universitas Leiden. Setahun kemudian, publikasi perdananya diterbitkan. Kemampuan van der Tuuk menguasai bahasa tidak terlepas dari daya ingatnya yang luar biasa. “Dia mempunyai fotografi memori,” tulis Beekman. Bakat van der Tuuk menarik Nederlands Bijbelgenootschap NBG/Lembaga Alkitab Belanda untuk mempekerjakannya. Saat itu, NBG membutuhkan beberapa ahli bahasa untuk menerjemahkan Injil ke dalam bahasa Makassar, Batak, Dayak, dan Bugis. Atas rekomendasi dosennya di Leiden, van der Tuuk menjadi utusan NBG untuk meneliti bahasa Batak. Pada 8 Desember 1847, van der Tuuk menandatangani kontrak dengan NBG. Dia ditugaskan membuat kamus bahasa Batak beserta tata bahasanya. Selanjutnya, dia diharuskan menerjemahkan kitab Injil Perjanjian Baru ke dalam dialek bahasa Batak. “Van der Tuuk tidak pernah menyenangi instruksi kedua penugasannya. Sikapnya terhadap agama Kristen tidak begitu positif dan selama hidupnya kemudian antipatinya menjadi lebih kuat,” tulis Andries Teeuw, linguis dan kritikus sastra Indonesia terkemuka, dalam pengantar buku van der Tuuk A Grammar of Batak Toba, cetakan 1971. Toh, van der Tuuk tetap menerima tawaran itu dengan pertimbangan pragmatis. Bekerja di Hindia Belanda memberinya kesempatan untuk mengunjungi keluarganya. Lagi pula, NBG membayarnya sebesar gulden setahun untuk pekerjaan yang dia senangi. Honor yang cukup besar pada zaman itu. Di Tanah Batak Setibanya di Sumatra pada 1851, van der Tuuk ditempatkan di Barus. Demi pengumpulan bahan penelitian, dia melakukan apa saja untuk mendapatkan kepercayaan rakyat lokal. Dengan berjalan kaki, van der Tuuk melintasi seluruh kawasan Tanah Batak. Si Pandortuk atau Raja Tuk –demikian orang-orang Batak memanggilnya– menerima siapa saja yang bertandang ke rumahnya. Pergaulan yang akrab dengan orang Batak menyebabkan van der Tuuk menentang penggunaan bahasa Melayu. Laporannya kepada NBG disertai kritik mengenai sikap pejabat Belanda yang tidak mengetahui bahasa Batak dan watak rakyatnya. “Bila pemerintah ingin memajukan orang-orang pribumi maka para pejabat hendaklah menyapa hati mereka dan itu tidak akan terjadi selagi mereka masih mempergunakan bahasa Melayu pasar. Kita terlalu sombong untuk bergaul dengan orang pribumi secara erat dan memahirkan bahasanya kita anggap barang sepele saja. Perkawinan kita dengan untung laba telah mencekik setiap perhatian untuk orang pribumi,” tulis van der Tuuk kepada NGB dikutip Rob Nieuwenhuys dalam Bianglala Sastra Bunga Rampai Sastra Belanda tentang Kehidupan di Indonesia. Van der Tuuk pula yang mendesak agar misi zending segera mengutus penginjilnya ke Tapanuli. Dia juga menganjurkan agar para penginjil itu setibanya di Tapanuli mengawini gadis-gadis Batak dan memelihara babi untuk membendung pengaruh Islam dari arah selatan. Desakan ini dilatari rasa frustrasinya menerjemahkan Injil ke dalam bahasa Batak. Dalam suratnya kepada NBG, 27 Maret 1854, van der Tuuk menyebut kesulitan menerjemahkan Injil ke dalam bahasa Batak karena tidak ada kata yang dapat ditemukan dalam bahasa ini, misalnya untuk menjelaskan kata surga, neraka, dan keabadian. “Saya merasa bahwa suatu terjemahan Alkitab yang sesungguhnya baru membuahkan hasil setelah ada pengaruh dari para zendeling,” tulis van der Tuuk, dikutip Kees Groeneboer, “Dari Radja Toek sampai Goesti Dertik” termuat dalam Jurnal Humaniora Vol. 14, No. 2, 2002. Pada April 1857, van der Tuuk memutuskan ambil cuti ke Belanda. Dia membawa 152 pustaha dan 29 manuskrip bahasa untuk diolah. Di masa ini, dia menerbitkan karya literaturnya tentang linguistik Batak Bataksch-Nederduitsch Woordenboek Kamus Batak-Belanda, 1861 dan Tobasche Spraakkunst Tata Bahasa Toba, 1864. Dia juga menjadi linguis pertama yang merancang aksara Batak. Dalam Bataksch Leesboek Buku Bacaan Batak, 1860, dia membaginya ke dalam tiga set berdasarkan sub-etnis Angkola-Madailing, Toba, dan Pakpak. Selain itu, beberapa kitab Injil berhasil diterjemahkannya, yaitu Kejadian, Keluaran, Yohanes, dan Lukas. Menurut Uli Kozok, filolog Universitas Hawaii, tata bahasa Batak Toba karya van der Tuuk merupakan gramatika pertama mengenai salah satu bahasa lokal di Hindia Belanda yang disusun secara ilmiah. “Ini sungguhlah merupakan prestasi yang luar biasa mengingat bahwa zaman van der Tuuk menyusun tata bahasanya, Tanah Batak masih merupakan terra in cognita tanah yang tidak diketahui di peta ilmiah,” tulis Kozok dalam Warisan Leluhur Sastra Lama dan Aksara Batak. Pada 1861, seorang pendeta muda bernama Ludwig Inger Nommensen mengunjungi van der Tuuk di Amsterdam. Sang pendeta muda mau belajar bahasa dan budaya Batak. Nommensen kelak dikenal sebagai misionaris paling berhasil di Tanah Batak. Namun dibalik itu, ada sosok van der Tuuk, linguis telaten yang kendati mengaku ateis, telah membuka pintu bagi penyebaran agama Kristen di Tanah Batak.
cerita rakyat dalam bahasa batak